Archive for October 2013
Banyak kisah masjid
agung di Indonesia yang konon dibangun hanya semalam. Namun Masjid Agung Sang
Cipta Rasa di Cirebon, mungkin memang dibangun hanya semalam. Lihat saja
langsung, siapa tau andapun langsung percaya.
Majid Agung Cipta Rasa (Masjid Kasepuhan) hanya dibangun dalam waktu semalam ? Mustahil ? Tidak juga. Jika melihat sejarahnya, yang pertama dibangun adalah bangunan utamanya dengan tiang-tiang besar yang disetel dengan pasak, tanpa paku. Ivan X-Ray (ane), seorang wisatawan yang berkunjung dengan teman-temannya, termasuk yang percaya kalau ini adalah kejeniusan Sunan Kalijaga sehingga masjid ini selesai dalam semalam.
Menurut ane di Masjid Agung Kasepuhan kan tiangnya disambung-sambung dengan pasak, kalau istilah sekarang ini namanya bangunan knock down. Dirakitnya kan cepat, mungkin saja memang dibangun dalam semalam.
Nah, salah satu tiang yang terkenal di masjid ini disebut Saka Tatal, di sudut Selatan teras masjid yang asli. Bisa dibilang ini adalah ciri khas Sunan Kalijaga dalam membangun masjidnya. Dia menyambung potongan-potongan tiang (tatal-red) dan mengikatnya dengan lempeng besi menjadi satu tiang baru. Saka Tatal mengandung filosofi persatuan bangsa.
Majid Agung Cipta Rasa (Masjid Kasepuhan) hanya dibangun dalam waktu semalam ? Mustahil ? Tidak juga. Jika melihat sejarahnya, yang pertama dibangun adalah bangunan utamanya dengan tiang-tiang besar yang disetel dengan pasak, tanpa paku. Ivan X-Ray (ane), seorang wisatawan yang berkunjung dengan teman-temannya, termasuk yang percaya kalau ini adalah kejeniusan Sunan Kalijaga sehingga masjid ini selesai dalam semalam.
Menurut ane di Masjid Agung Kasepuhan kan tiangnya disambung-sambung dengan pasak, kalau istilah sekarang ini namanya bangunan knock down. Dirakitnya kan cepat, mungkin saja memang dibangun dalam semalam.
Nah, salah satu tiang yang terkenal di masjid ini disebut Saka Tatal, di sudut Selatan teras masjid yang asli. Bisa dibilang ini adalah ciri khas Sunan Kalijaga dalam membangun masjidnya. Dia menyambung potongan-potongan tiang (tatal-red) dan mengikatnya dengan lempeng besi menjadi satu tiang baru. Saka Tatal mengandung filosofi persatuan bangsa.
Saka Tatal
Warisan jejak
peninggalan ajaran dan pandangan hidup sembilan wali penyebar agama Islam di
Jawa (Wali Songo) ternyata masih dapat dijumpai di Masjid Agung Sang Cipta Rasa
atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Agung Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat.
Masjid yang memiliki nama lain Masjid Agung Cirebon ini dibangun pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) ketika memimpin Kesultanan Cirebon pada tahun 1498 (Abad 15). Masjid ini terletak di Jalan Jagasatru, Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Letaknya berseberangan dengan Keraton Kasepuhan Cirebon membuat masjid ini mudah ditemukan.
Berdasarkan catatan Keraton Kasepuhan Cirebon, masjid ini dibangun pada tahun 1422 Saka atau 1500 Masehi. Pemimpin pembangunan masjid adalah Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat serta melibatkan 500 orang pekerja dari Cirebon, Demak, dan Majapahit.
Raden Sepat, seorang
arsitek Kerajaan Majapahit yang menjadi tahanan perang Kerajaan Demak,
merancang bangunan masjid bersejarah ini diatas tanah seluas 400 meter persegi
(20 x 20 meter) berdenah bujur sangkar dengan kemiringan 30° arah barat laut.
Arsitektur bangunan masjid ini bercorak akulturasi budaya Hindu, Jawa, dan
Cina. Hal ini bisa kita lihat dari bangunan pagar yang berbentuk punden
berundak ala Hindu, atas tumpuk khas Jawa, dan hiasan keramik dari Cina.
Akulturasi arsitektur ini membuktikan secara tegas bahwa di masa pemerintahan
Sunan Gunung Jati memimpin Kesultanan Cirebon, tidak terdapat perbedaan budaya
yang cukup mencolok. Toleransi dan tenggang rasa menjadi ciri khas rakyat
Cirebon kala itu.
Serambi Masjid
Bagian Depan Masjid Agung Kasepuhan
Serambi Masjid
Salah satu keunikan masjid ini adalah pintu
utama terbuat dari kayu jati berornamen kaligrafi yang terletak di sebelah
timur. Pintu ini dibuka hanya pada waktu shalat hari raya atau perayaan Maulid
Nabi Muhammad SAW. Sehari-hari para jama’ah dan peziarah bisa masuk ke ruang
utama melalui 8 pintu lain disebelah selatan dan utara dengan ukuran lebih
kecil, 150 x 25 cm. Dengan ukurannya yang kecil, orang dewasa dipastikan harus
membungkukkan badan saat melaluinya. Kecilnya pintu ini memiliki makna bahwa
kita tidak diperkenankan sombong saat beribadah di rumah Allah. Sembilan pintu
masuk Masjid Kasepuhan ini juga melambangkan sembilan wali.
Ini dia salah satu fotonya :
Ini dia salah satu fotonya :
Bagian Depan Masjid Agung Kasepuhan
Mimbar Masjid
Keunikan Masjid
Agung Kasepuhan semakin lengkap begitu adzan shalat Jum’at berkumandang
memecahkan kesunyian disekitar kawasan Keraton Kasepuhan ini. Alunan adzan yang
disebut adzan pitu ini dikumandangkan oleh 7 (tujuh) orang muadzin
secara berbarengan. Alunan adzan tujuh orang muadzin secara serentak ini sudah
berlangsung sejak abad 16 atau masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Para
pelantun adzan pitu pun masih terus dilestarikan. Mereka dipilih oleh penghulu
masjid dari masyarakat umum yang mengerti agama. Para muadzin ini umumnya masih
keturunan muadzin sebelumnya.
Tempat Adzan Pitu berkumandang
Sejak masa kekuasaan
Kesultanan Cirebon hinga sekarang, masjid ini merupakan tempat shalat berjama’ah
Sultan Cirebon dan keluarganya. Hal ini terlihat dari adanya 2 (dua) tempat
khusus berpagar kayu jati berukuran 2,5 x 2,5 meter yang disediakan secara
khusus untuk Sultan dan Keluarganya melaksanakan shalat.
Kami ditempat shalat berjama'ah untuk Sultan
Bagi keluarga raja juga disediakan tempat wudhu
khusus disisi utara masjid berbentuk bak air mirip gentong besar. Untuk tempat
wudhu jama’ah para pengunjung tersedia mata air yang konon tidak pernah kering.
Bahkan sejumlah masyarakat mempercayai bahwa mata air ini memiliki khasiat
meyembuhkan berbagai penyakit.
Tempat wudhu khusus bagi keluara raja
Meskipun masjid ini
telah dipugar beberapa kali, namun sebagian besar bangunannya masih asli.
Termasuk juga tiang-tiang penyangga kayu jati berwarna coklat kehitaman yang
dipugar pada tahun 1978. Yang jelas, mengunjungi masjid ini, kita seakan dibawa
kembali ke romantisme jaman kejayaan Kesultanan Cirebon.
Adzan
Pitu dan Pendekar Menjangan Wulung
Asal mula adanya
adzan pitu berawal dari kisah seorang pendekar jahat sakti mandraguna bernama
Menjangan Wulung. Karena ketidaksukaanya terhadap penyebaran agama Islam di
Tanah Cirebon, setiap menjelang waktu shalat, dia berdiri di kubah masjid untuk
menyerang muadzin yang akan mengumandangkan adzan.
Kehadiran pendekar
Menjangan Wulung yang tiada tanding ini membuat sebagian umat Islam resah.
Terlebih lagi, saat itu sudah 3 (tiga) muadzin yang meninggal berturut-turut
secara misterius ketika mengumandangkan adzan. Menurut keterangan Khatib Agung
Masjid Kasepuhan, Kyai Hasan, kematian ini dianggap aneh oleh warga masyarakat
setempat. Bahkan mereka menduga peristiwa ini karena kekuatan ilmu hitam (bukan
ketan hitam) Menjangan Wulung. Atas kejadian ini para Wali Songo pun menggelar
musyawarah dan bersujud serta do’a kepada Allah untuk meminta petunjuk.
Petunjuk
dari Allah akhirnya datang kepada Sunan Kalijaga. Dia menitahkan agar melakukan
adzan secara serentak oleh 7 (tujuh) muadzin sekaligus. Adzan ini dilakukan
pada waktu masuk shalat Subuh. Ketika pertama kalinya adzan dikumandangkan oleh
tujuh muadzin, terdengar suara ledakan keras dari kubah Masjid Kasepuhan. Tubuh
Menjangan Wulung, sang pendekar jahat hancur berkeping-keping. Bahkan, kubah
masjid pun sampai “terbang” terpental hingga ke Banten hingga kini
memiliki 2 (dua) kubah. Sejak peristiwa itulah, Masjid Kasepuhan sampai saat
ini tidak memiliki kubah sebagaimana masjid-masjid yang lain. Dan sejak itu pun
masjid Kasepuhan terbebas dari pengaruh gaib yang menghalangi umat Islam untuk
beribadah. Sampai sekarang Adzan Pitu masih tetap dilestarikan. Berbeda ketika
Jaman Sunan Gunung Jati, Adzan Pitu saat ini hanya dilakukan pada adzan pertama
disetiap shalat Jum’at
Salah satu pintu masuk ke ruang utama
Foto kami bersama Marbot Masjid Agung Kasepuhan
Bagian depan Masjid Agung Kasepuhan
ʎɐʁ-X ɴɐʌɪ. Powered by Blogger.